Dipengujung 2018


Terlihat silau dari balik kaca helm, rintik-rintik hujan dan gemerlap lampu keemasan dari bangunan sepanjang jalan Siliwangi, aku parkirkan motor di depan kedai kopi sebrang kampus Universitas Siliwangi. Tempat ngopi favorit dan tempat ketemuan antara aku dan Widi.
            Aku janjian dengan Widi untuk bertemu. Tidak seperti biasanya, baru beberapa menit kopi pun belum sampai di meja namun Widi menghubungi bahwa dia sudah menunggu di gerbang utama kampus. Aku menyebrang membelah jalan yang basah habis di guyur hujan, diujung penglihatanku dua orang gadis berdiri.
            Aku melangkah dengan agak cepat menuju dua gadis itu, aku agak gerogi entah kenapa, mungkin karena pertemuan waktu itu permintaan aku yang di kabulkannya setelah puluhan kali meminta. Aku tidak mau menyianyiakan kesempatan waktu itu, karena mungkin satu-satunya kesempatan untuk bertemu kembali dengan Widi, setelah hampir satu tahun Widi menghidar dari hidupku.
            Aku mempersiapkan waktu itu sudah jauh-jauh hari, mendesain kelender bertemakan potret kenangan aku dan Widi, mencetaknya sehingga jadilah sebuah kalender yang mungkin orang lain akan bilang norak. Memang aku tidak biasa memberi seseorang dengan gelimang harta karena aku lahir dari keluarga yang biasa saja, sehingga aku sendiri yang mendesain dan mencetaknya.
            Aku sudah berhadapan dengan Widi, tatap matanya masih ayu. Meski aku tahu, sekarang bukan aku yang mengisi pandangnya.
“Maaf, aku sudah beberpa kali meminta ketemu kamu” Aku membuka pembicaraan dengan nada yang agak terputus-putus. Mungkin sudah mengerti gadis yang menemaninya pun agak menjauh dari posisi kami berdua ia hanya sibuk dengan ponselnya
“Iyah gak papa, “ Jawab Widi singkat
“Kamu mau ngapain.?” Sambungnya
“Gak ngapa-ngapain” Jawabku
“Terus kamu ngajak aku ketemu untuk apa?” Tindas Widi
“Aku cuma mau ngasih ini sama kamu, angap sajah ini kenang-kenangan dari aku, pernah ada selama dua tahun menemanimu” Balas aku dengan mengeluarkan sesuatu dari rangsel.
“Jangan di buka disini,” Sambung aku
“Iyah makasih” Jawab Widi singkat
            Widi meminta pamit pergi, aku tidak bisa menolaknya. Aku tahu, Widi sudah tidak nyaman bertemu denganku waktu itu, dan juga aku rasa tidak baik menahan Widi begitu lama meski mata masih ingin melihatnya lebih lama.
            Aku memegang tangan Widi agak begitu lama, karena aku rasa tidak akan ada lagi kesempatan selain itu, tatapanku masih tertuju padanya , menikmati raut wajahnya, mengumpulkan semua kenangan yang pernah ada, hingga pada saatnya Widi melepaskan tanganku lalu pergi.
            Aku melangkah kembali ke kedai sebrang kampus, langkahku gontai, ada harapan yang hilang, dan semua kenangan yang mungkin dia lupa dan aku luka. Tentang senja yang telah berlalu dan malam dipenghujung 2018 masih menjadi mesteri dalam hidupku. Apakah aku akan kembali berharap kepada Widi yang sudah mendapat tempat rindu yang baru atau aku mencari rindu yang lain dan  meninggalkan widi bersama kenangan yang pernah ku bingaki indah lalu dia tinggalkan begitu saja.



Baca Juga...!!
- Kenyataan yang Kadang Ku Tolak




- 10 Desember 2018

Komentar